Puisi

Arca

(1 )
Tak kau dengar lagikah suara seruling bocah gembala
nyanyi tembang anak padang, tempat menuai kebijakan
bagi yang belajar pada alam

(2)
Dimanakah mata nyalang yang menembus semua dada
mata rindu yang meneduh kampung halaman
mata tangis memendam dendam.

(3)
Hidungmu tak menangkap aroma, wangi bunga kenanga
dari lereng-lereng yang kini tumbuh mekar rumah dan penginapan
atau harum dupa persembahan yang redup oleh parfum bermerek

(4)
Tak bisa kau rasa air hujan yang membasah ujung lidah
atau keringat para pelancong yang kelelahan mendaki undakan
dengan secarik kain biru yang tak berarti apap-apa kecuali keganjilan yang semakin nyata

(5)
Kau hanya diam, dalam tujuh posisi, cermin hidup yang musti dijalani
tanganmu telah bicara dalam rupa bahasa
tapi hanya warangka, sebab kepala telah jadi cenderamata
tersebar ke penjuru dunia

Yogya, 2014






Rajah Waktu

Sebagaimana layang-layang yang tak bermakna tanpa angin,
perjamuan kita kekasih masih memendam rindu
sebab kemiskinan tak pernah berlalu, karena duka derita adalah harga tawa yang tak musti setara,
bagaimanapun juga keinginan selalu satu langkah lebih cepat dari kenyataan.

Yogya, 2014









Jalan Setapak ke Rumahmu

Jalan itu tak pernah berubah, serupa garis panjang yang menghilang pada batas pandang. Batu-kerikil, rumput dan ranting-ranting, jurang yang dalam satu sisi dan tebing hijau pada sisi lainnya. Aroma cengkeh sebelum musim panen, angin gunung tak pernah lelah mengembalikan kenangan. Masih ada yang selalu memanjat doa, memulihkan luka-luka yang dibawa dari dasar lembah. Masihkah kau menunggu, di beranda, sebagaimana yang pernah kita cerita. Semakin dekat semakin hilang aku, memburu dalam rindu.

Yogya, 2013








Kaki

"Aku suka kaki itu", katamu suatu ketika, karena kaki itu kaki pekerja. barangkali memang seseorang menyukai yang tak menjadi miliknya, yang tak ada padanya, yang berbeda. kau menyukai yang hitam sebab kau merasa putih, atau sebaliknya, kau menyukai menyakiti karena kau disayangi, atau lawannya. kau menyodorkan kembali kaki dalam gambar kamera yang selalu kau bawa-bawa itu. "Kau harus melihat retakannya". aku tersenyum sebab kakiku demikian juga adanya, tapi aku tak perlu menunjukkan padamu bukan, meskipun tak ada kaki yang benar-benar sama, meski retakan itu bisa di mana-mana. jika kau bayangkan, sebuah kaki dalam perjalanan panjang, barangkali aku ada dalam satu celahnya.

Yogya, 2013














Kail

Tidakkah kau ingat kail yang kau tinggalkan berbulan demi sebuah kelahiran, ikan-ikan. Ikan-ikan yang menanti perih mata tajam saat kau sentak dalam kemahiran. cinta memang celah kosong yang bisa siapa saja sementara memasukinya, serupa tithonia yang kau petik di pinggir jalanan. tiada wangi, tapi begitu indah kau pandangi. "Ah sudah berapa besar ia kini" barangkali ikan-ikan dapat berenang, ke sungai, danau, atau samudera paling dalam. atau berhenti pada sebuah kolam.

Yogya, 2013
















Umang-umang

Rumah siapakah yang kau bawa itu sayang? berabad kau susuri jutaan butir pasir, kau temukankah cinta yang kau cari? hidup memang harus berbagi dengan debur ombak dan angin, belum lagi semua potongan kayu, sendal jepit, kresek, dan segala yang ditolak oleh laut, kembali padamu, menjadi keluargamu. saat matahari berjinjit, kau akan temukan cangkang baru yang lebih pas dengan tubuhmu, cangkang lama yang telah ditinggalkan pemiliknya.

Yogya, 2013














Perempuan Laut



Ole olang paraona alajere
ole olang alajere ka Madure



yang kudengar adalah gelombang, menyentak pasang dari masa silam. bebait puisi mengalir dalam darahku, untuk rindu yang tak akan kupetik. suara saronen rancak di udara, mengiring lecut joki sapi karapan. aku telah berlayar tapi tak kutemu ikan-ikan sebagaimana janjimu. barangkali doa memang serupa lingkaran, seperti kesabaran.

kucium bau tanah keringmu, matahari yang memanggang garam-garam di pesisir, daun-daun asam berguguran sepanjang jalan. siapa yang akan merawati kenangan kecuali pemiliknya. suara angin mengabarkan musim berganti. aku datang menagih ombakmu.


Lir sa a lir lir sa alir alir alir gung
lir sa a lir lir sa alir alir alir gung



Yogya, 2013








Sedekah Batin

Dapatkah kau membaca sebagaimana aku yang buta membaca
dapatkah kau berbicara sebagaimana aku yang bisu berkata-kata
telah mengembara ke kedalaman hati yang tertemu hanya sepi
telah jelajahi pikiran terdalam yang terjumpa hanya diam
dalam sujud kau rebah, tapi bertemukah kau dengan Tuhan dalam mimpimu
ataukah harapan dari keinginan-keinginan yang segera berlalu
setelah kau pecah batu-batu rindu
tinggal jarak yang tersisa

Yogya, 2013

Komentar

Postingan Populer