JEMBATAN KESENIAN UAD: Kesaksian Peran Mas Leo terhadap Teater JAB

JEMBATAN KESENIAN UAD: Kesaksian Peran Mas Leo terhadap Teater JAB
oleh: S. Arimba

 

*dibacakan dalam acara malam mengenang Hari Leo AER di UAD kampus II 18 Juli 2013 

Kalau ada orang yang paling berjasa dalam mengembangkan Teater JAB hingga bisa seperti sekarang ini, saya kira ada empat nama yang sangat berperan dan tidak boleh dilupakan yakni Rina Ratih, Jabrohim, Mustofa W.Hasyim, dan Hari Leo AER. Bu Rina dan Pak Jabrohim tentu saja orang internal yang selalu siap membantu tumbuhnya JAB. Tanpa menafikkan peran generasi pendahulu yang pernah hadir dan menyemarakkan JAB di tahun-tahun awal JAB berdiri, sejak 2004/2005 empat orang di atas adalah orang-orang yang saya ketahui berperan penting untuk kemajuan JAB. Bagi saya pribadi Mas Hari Leo adalah seorang guru sekaligus sahabat. 

Kalau ada orang yang berjasa mengenalkan saya pada dunia sastra dan teater maka beliau adalah salahsatunya. Dalam sebuah perteman pembukaan workshop sastra di tahun 2004, Pak Jabrohim mengenalkan saya pada beliau. Acara yang kemudian diselenggarakan empat belas kali pertemuan, satu kali seminggu di UAD tersebut yang membawa saya akrab dengan beliau. Bersama Pak Mustofa W Hasyim dan Pak Nur Iswantara, beliau mengajarkan apa dan bagaimana dunia kesenian yang tidak hanya dilingkungan kampus. Beliau kemudian yang menyarankan saya membuat komunitas sastra di UAD. Belum banyak hal yang dapat saya lakukan untuk memenuhi saran beliau ketika itu, karena pengalaman yang memang masih minim. Meskipun demikian sempat juga saya dan beberapa teman mendirikan Lingkar Sastra Kreatif pada awal 2005 yang menyelenggarakan diskusi sastra. 

Saya kemudian lebih banyak membangun kembali kegiatan teater dan jurnalistik di PBSI yang ketika itu belum berkembang. Mas Harilah yang kemudian mengajak saya untuk "belajar" kesenian khususnya sastra ke luar kampus. Dua kegiatan yang intens saya ikuti adalah Puisi Pro dan Studio Pertunjukan Sastra (SPS). Di SPS, Mas Leo adalah seorang yang saya kenal totalitas. Dalam satu waktu ia pernah menyampaikan kalau tidak ada lagi yang bersedia mengisi acara Bincang-bincang Sastra, maka beliau sendiri yang setiap bulan akan mengisi pertunjukan sastra. Saya senang bisa mengenal beliau dari dekat, lima tahun menjadi sekretaris di SPS (2005-2010) adalah cukup panjang untuk belajar banyak hal dari beliau. Pada ahun 2009 saya baru bisa sedikit-sedikit mewujudkan harapan beliau, salah satunya dengan mendirikan Komunitas Gress, yang menyelenggarakan kegiatan rutin setiap bulan. 

Meskipun akhirnya situasi dan kondisi memaksa saya untuk meninggalkan UAD, semangat yang diajarkan Mas Leo, terus saya bawa. Apa yang saya lakukan misalnya di Senthong Seni Srengenge atau Diskusi Sastra PKKH, tidak lepas dari semangat yang beliau ajarkan. Saya tidak akan lupa malam-malam yang beliau habiskan bersama saya, Pak Mus, Mas Kandar, di bawah pohon beringin timur pagelaran Kraton. Di sana Mas Leo sering membicarakan kondisi kesenian termasuk Teater JAB. Di UAD Mas Leo adalah orang yang berperan banyak terutama dalam membimbing individu-individu berproses. Tidak hanya JAB saya kira, Teater PeBeI dan Teater 42 juga pernah dibantu Mas Leo. 

Di JAB sendiri misalnya Mas Anes PS adalah orang yang banyak belajar tentang sastra dan pertunjukan pada beliau. Prestasi mas Anes sampai ke tingkat nasional dalam lomba baca puisi maupun monolog tidaklah lepas dari peran serta beliau. Mas Leo juga orang yang setia mengawal musikalisasi puisi JAB, mencarikan tukan syuting dalam pembuatan video klip musikalisasi puisi, mencarikan studio rekaman yang murah di RRI Pro 2 Yogya, dan merelakan waktunya hingga larut malam untuk menunggu latihan. Bagi Mas Sulaiman Subaweh saya kira banyak hal yang beliau ajarkan tentang musikalisasi puisi. Mas Leo juga yang mengenalkan teman-teman musikalisasi puisi dengan pak Ichwan Abror misalnya, sehingga bisa menimba pengetahuan dan pengalaman. Teman-teman yang lain di JAB secara langsung sebagian besar berinteraksi dengan beliau, sehingga pasti punya kenangan khusus dengan beliau dalam kaitannya dengan Teater JAB. Saya tentu saja tidak memiliki kapasitas untuk menceritakan kisah itu satu persatu. Pengalaman Mas Iqbal, Mas Nuno, Mas Badrun, Mbak Seffy, dan siapapun yang pernah mengakrabi beliau pasti memiliki kenangan yang menarik. 

Cara memberikan ilmu mas Leo sangat unik, biasanya beliau akan membawa secara langsung terhadap hal yang akan dipelajari. Mas Leo tak akan segan mengajak untuk berkeliling, mendatangi satu persatu rumah seniman, atau ke redaksi media massa agar yang belajar kenal secara langsung. Dari jaman vespa buntut yang sering ngadat hingga motor bebek merahnya, begitulah yang selalu mas Leo lakukan. Mas Leo selalu menjadi jembatan bagi anak-anak muda untuk belajar ke dunia luar. Mas Leo juga berperan banyak dalam pementasan drama, beliau yang juga turut mengawal pentas Menghisap Kelembak Menyan pada Festival Teater Yogyakarta (FTY) 2009 sehingga JAB berhasil memperoleh penghargaan Diponegoro Award. Tahun-tahun terakhir ini Mas Leo masih selalu mengajak teman-teman di JAB untuk berkegiatan, bahkan ketika ada undangan pentas ke luar Yogya, anak-anak JAB lah yang selalu di gandeng. 

Mas Leo adalah orang yang mencintai JAB dan mendedikasikan banyak waktunya untuk teman-teman JAB. Untuk itu sudah sepatutnya dalam hal ini UAD, PBSI, dan Teater JAB mengucapkan terimakasih kepada beliau, syukur-syukur bila bersedia memberikan penghargaan atas dedikasinya. Selama ini sudah terlalu sering institusi Muhammadiyah tidak memberikan penghormatan yang layak bagi seniman-seniman yang berperan banyak bagi kemajuan dan nama baik Muhammadiyah. Salah satu hal berharga yang beliau ajarkan pada kami adalah untuk “Sinau ke luar kampus” belajar pada kehidupan nyata di luar kampus. Bagaimana hasil dari kata-kata mas Leo itu? Itu bisa kita lihat misalnya pada apa yang tercermin dari anak-anak muridnya. Siapa yang tak kenal dengan Latief S. Nugraha, Anes PS, Fitri Merawati, Sule Subaweh, atau Iqbal Saputra misalnya. Dunia kesenian, khususnya Yogya pasti mengakui mereka sebagai seniman-seniman jebolan UAD yang punya kualitas. 

Maka ketika kemarin beliau meninggal dunia, tidak ada yang dapat saya ucapkan selain doa dan terimakasih sebesar-besarnya atas apa yang telah beliau berikan dalam hidup saya dan teman-teman JAB. Selamat jalan Mas Leo, engkau adalah orang yang baik, semoga Allah menempatkanmu dalam tempat yang mulia. Yogya, 18 Juli 2013 ---- 



S. Arimba
Murid dan Sahabat Hari Leo AER

Komentar

Postingan Populer