JAB MASA LALU, KINI DAN MASA DEPAN

JAB MASA LALU, KINI DAN MASA DEPAN [1]
Oleh : S. Arimba[2]

Ketakutan meningkatkan penindasan
Ketakutan meningkatkan penjajahan
(WS. Rendra)

Kita tidak butuh orang pintar, tapi orang yang konsisten
(Teater JAB)


Prolog
Makalah ini akan diawali dengan sejumlah pertanyaan dan diakhiri dengan sejumlah pertanyaan pula. Pertanyaan pertama yang harus ditanyakan kepada diri masing-masing orang adalah, kenapa ikut teater? Kenapa Teater JAB, tidak yang lain. Apa istimewanya JAB? Apa Visi dan Misi Teater JAB? Dua amsal di atas, adalah semangat yang melandasi bangkitnya JAB pada periode tahun 2005-2008. Masa-masa dimana JAB membangun fondasi organisasi sehingga terbentuk hingga seperti saat ini. Memahami semangat awal ini akan memudahkan kita mengerti bagaimana dan kemana JAB bergerak dari waktu ke waktu.
Pertanyaan kedua, apa pentingnya kita mengingat-ingat sejarah? Perlukah kita mengelap-elap kejayaan atau kesuraman masa silam. Kenangan baik dan buruk. Kekalahan dan kemenangan, untuk apakah? Kalau Soekarno dulu senantiasa mereiakkan “JAS MERAH” Jangan sekali-kali melupakan sejarah! Benarkan sejarah begitu penting hingga perlu kita ceritakan hari ini?

Periode Awal JAB: Naskah Humor dan Penjelajahan Dunia Luar (2001-2004)
Teater JAB berdiri tanggal 29 Juli 2001 itu sudah sama-sama kita tahu. Tapi kenapa JAB berdiri itu yang penting kita ketahui. Embrio dari teater JAB lahir dari apa yang disebut Teater Gress. Demi untuk memantapkan kinerja dan manajemen, orang-orang di Teater Gress kemudian  mengubah nama menjadi Teater Jaringan Anak Bahasa (JAB). Tidak ada catatan yang jelas tentang alasan sebenarnya kenapa terjadi perubahan nama tersebut, namun dari dokumen yang tercatat, demikianlah adanya. Beberapa informasi menyebutkan bahwa perubahan itu sekaligus untuk memberikan penghargaan pada dosen yang dihormati kala itu yaitu pak Jabrohim. Kelahiran itu sendiri ditandai dengan pentas perdana “Suminten Edan” pada tanggal 29 Juli 2001. Naskah karya Slamet Bungkik yang di  Sutradarai Subhi Gondrong (Subhi Wijaya) tersebut kemudian secara berturut dipentaskan pada  4 Agustus dan  23 September 2001.
Selain sebagai sebuah organisasi teater. kegiatan Teater JAB yang lahir di lingkungan Prodi PBSI pada awalnya memiliki peran membantu proses pementasan mahasiswa yang menempuh mata kuliah paket drama pada semester IV, VI, dan VIII.  Mahasiswa yang mengambil mata kuliah pemeranan dan penyutradaraan membutuhkan bantuan dalam hal pelaksanaan teknis mata kuliah tersebut, dan disinilah JAB berperan memfasilitasi kebutuhan tersebut. Namun seiring waktu Teater JAB juga membuka diri untuk pementasan-pementasan di luar dengan tidak meninggalkan perannya dalam membantu mahasiswa paket drama.
Teater JAB sejak berdirinya sampai dengan tahun 2004 kerap mementaskan naskah-naskah humor, ini yang kemudian menjadi ciri khas teater JAB, yang membedakan dengan teater lain khususnya di UAD. Ada beberapa teater lain ketika itu di UAD yakni Teater PeBeI, Teater 42, Teater Roeang 28, dan Teater Drama Carita. Naskah lainnya yang pernah dipentaskan JAB hingga tahun 2004 yang beraliran sama diantaranya “Wah Antiknya” dipentaskan 11 November 2001, “Teletubbies” pentas 12 Januari 2002, “Sang Pelacur” 2002, “Rashomon” kerjasama komunitas Sastra 42” sutradara :Haris Sutikno. Pentas keliling kota, 28 April 2002, “Iblis” karya M.Diponegoro, Pemalang 13 Mei 2002,  “Sunan Kalijaga”  karya M. Khamdi Rh,  dalam PILNAS HISKI XIII, 8 Agustus 2002 , “Iblis” karya M.Diponegoro dalam PILNAS HISKI XIII, 8 Agustus 2002. “Tinju” pentas karya bersama, Kampus I UAD, undangan dari teater Roeang 28 (psikologi) 28 Oktober 2002, Tahun 2004 mas Nicky Nazaready  mementaskan kembali naskah “Suminten Edan”  dan Naskah “Sepasang Mata Indah” Karya Kirdjo Muldjo pentas PPDPKS VI (makrab) bulan September 2005, sutradara Nicky.
Selain teater pada periode awal juga sudah dikembangkan Musikalisasi Puisi dalam acara PIPSI 10-13 November 2001, Musikalisasi Puisi acara BSMS tahun 2001 di Purnabudaya UGM dengan  Pembina Kak Wees Ibnoe Say. JAB juga sempat Shooting Iklan Layanan Masyarakat kerjasama UAD dan Pemkot Yogyakarta 29 Mei 2002. Jika dilihat pada intensitas pertunjukan JAB pada periode awal cukup banyak melakukan pentas di luar kampus. Hal ini kemungkinan yang meyebabkan JAB cukup di kenal.  Hal itu dapat dipahami sebagai upaya publishitas sekaligus penjelajahan awal Teater JAB. Anggota- Teater JAB banyak berperan dalam berbagai kegiatan pertunjukan Teater di Yogyakarta. Nicky Nazaready misalnya, hingga saat ini masih sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan kesenian di Yogyakarta. Sayangnya periode kepengurusan 2004/2005 JAB  regenerasi tidak berjalan dengan cukup baik. Meskipun anggota JAB masih ada namun tidak banyak lagi kegiatan pementasan/ produksi yang dilaksanakan.

Periode Kebangkitan Kembali JAB: Dari Musik Puisi ke Drama (2006-2007)
Pada awal tahun 2006 Teater JAB berproses kembali dengan berbagai aktifitas. Pada tahun 2006 itu terjadi kombinasi yang kuat dari mahasiswa angkatan 2004 dan  2005. Angkatan 2004 yang menguasai bidang keorganisasian dan produksi dengan angkatan 2005 yang mengusai kemampuan panggung. Kebangkitan kembali tersebut tidak dari bidang drama tetapi justru diawali dengan pementasan musikalisasi puisi, baru kemudian beranjak ke pementasan-pementasan drama.
Dalam hitungan cukup singkat bahkan pada tahun 2007 JAB telah menyelesaikan album (video klip) musikalisasi yang diberi title “Tanah Air Mata” yang berisi delapan lagu dari berbagai penyair terkenal seperti Sutardji C.Bachri, Chairil Anwar, Mustofa Bisri, dll. Beberapa tahun kemudian Album kedua juga menyusul, meskipun hingga saat ini belum juga rampung penggarapan klipnya. Selain itu JAB di bagian musik puisi ini juga telah menggelar konser musik puisi di Taman Budaya. Ini juga salah satu tonggak prestasi. Pentas di berbagai event undangan juga sudah menjadi kegiatan rutin dari devisi musik.
          Dalam pementasan Drama JAB juga sudah merambah hingga ke luar kota. JAB pernah pentas Produksi di Purworejo dan Magelang. Tahun 2009 JAB meraih penghargaan Diponegoro Award (keproduksian) dalam Festival Teater Yogyakarta yang diselenggarakan pertama kali. Pada tahun 2008-2010 devisi baru di JAB berkembang, lahir devisi Tari dan Kerumahtanggaan. JAB semakin aktif dalam kancah kesenian, tidak hanya di lingkup UAD namun juga Jogja secara keseluruhan.
          Kesuksesan JAB tidaklah semata-mata karena usaha JAB sendiri, tapi karena dukungan relasi dari berbagai pihak. Hubungan yang baik dengan HMPS dan Kreskit, dengan alumni, seniman-seniman luar, dan sebagainya. Pada periode-periode awal bahkan tidak ada batasan yang cukup jelas antara JAB, HMPS, dan Kreskit. Anak JAB ya Kreskit, ya HMPS.  Ini yang membuat antar organisasi internal ini saling mendukung untuk kemajuan bersama.
           

Epilog: Generasi Baru JAB, Situasi dan Tantangan
Jika melihat rentang waktu yang cukup panjang dari perjalanan JAB, lantas dimanakah posisi JAB saat ini. Sudahkah JAB diakui? Jika ada sekumpulan seniman yang membicarkan teater, apakah akan terlintas nama JAB? Pernahkan dalam pementasan drama teater JAB menjuarai dalam hal artistik tau keaktoran?  Tampaknya JAB masih harus berbenah dalam banyak hal. Sebagai sebuah entitas teater, keteateran JAB sendiri sebenarnya masih patut dipertanyakan. Dalam hal sastra (musik puisi) barangkali justru JAB mendapatkan pengakuan, namun dalam hal drama tentu kita patut mengevaluasi diri.
Lantas bagaimanakah regenerasi JAB sendiri, Apakah dari generasi ke generasi jika diumpamakan sebuah rumah JAB sudah menjadi rumah yang lengkap? Apakah yang menjadi tantangan JAB hari ini dan di masa depan? Persoalan yang hadir tentu bukan semakin sederhana, melainkan semakin kompleks. Mulai dari sistem birokrasi yang mengharuskan kehadiran 75%, batasan jam malam, kondisi tempat latihan yang makin terbatas, jam kuliah malam, pragmatism masyarakat dan mahasiswa, dan sebagainya. Apa yang dapat dilakukan  dalam menghadapi situasi yang demikian?



B-5, 24 Desember 2013


[1] Disampaikan dalam Workshop Teater JAB tanggal 25  Desember 2013 di Universitas Ahmad Dahlan
[2] Alumni JAB, suka sastra sejak SD, menulis puisi, cerpen, esai, kritik, dan naskah drama. Karyanya ada dalam antologi bersama Syair Angin (2009), Wajah (2010), Satu Kata Istimewa (2012). Kumpulan puisi tunggalnya Obituari Rindu (2013). Cerpennya dimuat dalam antologi Kata yang Paling Sepi (2013). Esainya dimuat dalam Tiga Belas, Catatan Perjalanan Studio Pertunjukan Sastra. Menulis naskah drama adaptasi diantaranya Onde-Onde Lumut (2007), dan Menghisap Kelembak Menyan (2009). Dewan Editor di Jurnal Budaya Bulak (Pusat Studi Kebudayaan) dan Jurnal Ilmu Sastra Poetika  (S2 Sastra UGM). Redaksi di Majalah Sastra Sabana. Pengelola kegiatan sastra dan budaya di Studio Pertunjukan Sastra, Senthong Seni Srengenge dan PKKH (Purna Budaya) UGM.

Komentar

Postingan Populer